Saturday 18 October 2008

Pentingkah senyuman itu?

Senyum sebenarnya adalah salah satu harta yang diberikan Tuhan kepada
manusia. Dikatakan demikian, sebab senyum bisa mengubah banyak sekali
hal. Sedih jadi gembira, benci jadi rindu, orang biasa jadi simpatik,
suasana beku jadi cair, hanyalah sebagian saja dari sekian banyak
dampak senyum.

Di banyak masyarakat yang memiliki tradisi senyum yang memadai, angka
perceraian, pencopetan, perkelahian, pembunuhan dan sejenisnya jauh
lebih rendah dibandingkan masyarakat yamg miskin senyum. Ini sekaligus
membuktikan, kontribusi senyum terhadap pertumbuhan masyarakat dan
sehatnya masyarakat tidaklah kecil.

Sayangnya, kendati kontribusinya besar, secara cepat dan menyakinkan
sudah terjadi penyusutan senyum di mana-mana, entah di kota
maupun di desa, di negara maju maupun negara sedang berkembang, di kota
metropolitan maupun kota kecil, di perusahaan maupun di masyarakat,
semua terkena gejala penyusutan senyum.

Mirip dengan gejala narkotika dan obat-obat terlarang, ia merambah dan
menular kemana mana. Kalau narkoba jelas sekali bagian masyarakat yang
mau dihancurkan dan diruntuhkan, Kalau senyum, memang tidak memberi
dampak cepat dan langsung, namun terasa sekali degradasi yang
ditimbulkan dimana-mana, Kebencian, perceraian, peperangan,permusuhan,
tim yang tidak bisa kerja, hanyalah sebagian saja dari bukti degradasi
yang diakibatkan oleh menyusutnya kuantitas dan kualitas senyum.

Di tempat kerja, kita menyaksikan hubungan antar manusia yang demikian
kaku dan kering. Di dunia politik dan manajemen publik, kita
menemukan konflik, hujat menghujat, saling menyalahkan di hampir setiap
pojokan, Di dalam dunia hubungan inter dan antar agama, tidak sedikit
yang menempatkan agama sebagai sekat-sekat pemisah yang membahayakan,
Di dunia keluarga, perceraian bertambah dengan angka-angka yang amat
meyakinkan. Sebagaimana ditemukan oleh sebuah hasil penelitian di
Amerika Serikat, semakin tinggi earning power wanita maka semakin
tinggi angka perceraian. Ini bukan menunjukan sisi negatif dari wanita
bekerja, namun, betapa lembaga keluarga sebagai benteng terakhir
masyarakat, secara cepat dan menyakinkan sedang dan akan runtuh.

Semua kecenderungan ini memang disebabkan oleh banyak sekali faktor.
Yang jelas, entah sebagai akibat maupun sebab, senyum mempunyai
pengaruh yang tidak kecil dalam hal ini. Sosiolog, antropolog, dan
psikolog boleh saja memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Boleh
saja orang memulai dengan terapi-terapi makro seperti reformasi, namun
tanpa perubahan di sektor mikro seperti senyum, susah diharapkan ada
penyelesaian yang total dan subtansial.

Menurut pendapat saya, senyum - lebih lebih yang mengakar dalam sampai
tingkatan jiwa - bisa memberikan radiasi yang amat luas dalam
penyembuhan perusahaan dan masyarakat. Sebab ia tidak saja berpengaruh
pada hubungan antar perseorangan. Namun, juga pada spirit lingkungan
sosial secara keseluruhan.

Bercermin pada lingkungan sosial kota besar, spirit penuh senyum inilah
yang merosot dimana-mana, sekaligus memberikan spirit negatif
dimana-mana. Bayangkan sebuah komunitas yang amat mudah berbagi senyum.
Bertemu setiap orang, dimulai dengan senyum. Ada maupun tidak ada
pemberian, senyum tetap hadir. Semua kegiatan dimulai dan diakhiri
dengan senyum. Alangkah teduh dan sejuknya lingkungan sosial seperti
ini.

Dengan tetap bersyukur kepada Tuhan, setiap kali naik ke tangga karier
yang lebih tinggi, apalagi menjadi pimpinan puncak perusahaan,
saya merasakan kehilangan saya terhadap senyum sangat besar. Di Tangga
karier yang rendah dulu, terasa sekali mulut akan
tersenyum langsung setiap kali bertemu orang, setiap kali bersalaman
dan melakukan kegiatan lainnya. Apalagi bila habis diberi sesuatu oleh
orang lain. Seperti ada saklar otomatis yang mengatur senyum setiap
kali bertemu orang.

Namun, di tangga karier sekarang, saya telah dan sedang diproduksi oleh
lingkungan kepemimpinan yang memaksa saya pelit dengan
senyum. Wibawa, efektivitas kepemimpinan, otoritas adalah sebagaian
hal yang membuat pemimpin jadi miskin senyum. Lebih-lebih bagi mereka
yang pernah diinjak orang gara-gara dekat dengan bawahan dan banyak
senyum. Hampir pasti, saklar otomatis senyum akan macet dan ogah
bekerja.

Pertanyaan yang muncul dari sini, apakah jabatan yang lebih tinggi
membuat orang mengurangi senyum? Saya tidak tahu pengalaman anda, namun
dalam rangkaian pengalaman saya, jabatan memang berkorelasi negatif
dengan kuantitas senyum. Semakin tinggi jabatan maka senyum cenderung
semakin sedikit.

Alangkah ideal dan mengagumkan kalau ada orang yang bisa sampai
tingkatan jabatan yang tinggi, namun memiliki kuantitas dan kualitas
senyum yang malah meningkat. Wibawa, kharisma dan efektivitas
kepemimpinan tidak menurun sedikitpun dengan banyaknya senyuman. Saya
memang belum sampai di tataran ideal dan mengagumkan ini. Dan juga
sedang mencari pemimpin yang memiliki skor tinggi baik di sektor senyum
maupun wibawa dan kharisma.

Yang jelas, kehadiran pemimpin yang tinggi di dua sektor diatas, akan
memperingan tugas kemasyarakatan yang ditandai oleh langkanya
senyum. Lebih-lebih kalau kita secara bersama-sama juga rajin membagi
senyum setiap hari. Mungkin akan amat bermanfaat bila bertanya ke
setiap orang setiap hari :

Sudahkah Anda tersenyum hari ini ?




"Senyum, Kekayaan yang Hilang"
Oleh : Gede Prama

2 comments:

Unknown said...

hey, jangan lupa selain tersenyum, guyon dan ketawa adalah obat yang sangat mujarab untuk hari2 yg melelahkan dan stressful. asalkan bukan ketawa tanpa sebab yang jelas lah.. hehe..

pieter said...

Betul. Senyum bisa membuat otot2 mulut jadi rileks