Saturday 25 October 2008

Kisah Nyata - Kebesaran Jiwa Seorang Ibu.

Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan,
tahun berapaan udeh lupa. Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan electronic. Ada seorang pemuda bernama A be (bukan nama sebenarnya). Dia anak yg cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat cewe2 yang kenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah di promosikan ke posisi
manager. Gaji-nya pun lumayan.Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor. tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman2 kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan cewe2 jomblo.
Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada A be.

Dirumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit dibagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini betul2 seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya kalau tidak ada keperluan penting. Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung A Be. Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan routine layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur, cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu2-nya A be. Namun A be adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya.

Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, A be selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. "Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan." jawab A be. Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh sang Ibu. Tentu saja Ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya. Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya. Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah.


Tidak kuat bangun dari ranjang. A be mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali).

Hal ini membuat A be jadi BT (bad temper) dan uring-uringan dirumah. Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari Ibunya, A be melihat sebuah box kecil. Didalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be.


Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah. Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun.

Walau sudah usang, A be cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung A be. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya. Spontan air mata A be menetes keluar tanpa bisa di bendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, A be langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring.

Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang Ibu-pun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. " Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi".

Setelah sembuh, A be bahkan berani membawa Ibunya belanja ke supermarket. Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, A be tetap cuek bebek. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini kedalam media cetak dan elektronik.

Ketika membaca kisah ini dimedia cetak, saya sempat menangis karena tidak sempat bersujud di hadapan Mamaku. Mamaku telah meninggal 3 th lebih saat itu.

Teman2 yang masih punya Ibu (Mama atau Mami) di rumah, biar bagaimanapun kondisinya, segera bersujud di hadapannya. Selagi masih
ada waktu.

Thursday 23 October 2008

Sepasang suami istri dan tiga pria berjanggut

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah, dan ia
melihat ada 3 orang pria yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak
mengenal mereka semua. Wanita itu berkata: "Aku tidak mengenal Anda,
tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku
pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut". Pria berjanggut itu lalu
balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?" Wanita itu menjawab,
"Belum, dia sedang keluar". "Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami
akan menunggu sampai suamimu kembali", kata pria itu.

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan
semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini,
lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah
kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini".

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.
"Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama sama", kata pria itu hampir
bersamaan.
"Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran. Salah seseorang pria
itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria
berjanggut di sebelahnya, "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil
memegang bahu pria berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama
Kasih Sayang. Sekarang, coba Tanya kepada suamimu, siapa diantara kami
yang boleh masuk ke rumahmu." Wanita itu kembali masuk
kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran.

"Ohho... menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si
Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan."
Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, "Sayangku, kenapa
kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia
untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita."

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut
mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baik
jika kita mengajak si Kasih Sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini
akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih Sayang."

Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak
masuk si Kasih Sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih Sayang
menjadi teman santap malam kita." Wanita itu kembali ke luar, dan
bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara Anda yang bernama Kasih
Sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini."

Si Kasih Sayang bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah.
Ohho.. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena
merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan.
"Aku hanya mengundang si Kasih Sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa
kamu ikut juga?"

Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang
si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar.
Namun, karena Anda mengundang si Kasih Sayang, maka kemana pun Kasih
Sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih Sayang,
maka Kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta.

Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih
Sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada
jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya
saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini."

Wednesday 22 October 2008

Kisah seorang pengusaha & Malaikat

Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke, sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Disaat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia Roh seorang Malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.

Malaikat memulai pembicaraan, "kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia!

"Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang ... " kata si pengusaha ini dengan yakinnya.

Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.

Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali merngunjunginya; dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, "apakah besok pagi aku sudah pulih? pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit".

Dengan lembut si Malaikat berkata, "anakku, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktu mu tinggal 60 menit lagi, rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu".

Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si Malaikat menunjukkan layer besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya. Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka".

Kata Malaikat, "aku akan memberitahukanmu, kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua? itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu"

Kembali terlihat dimana si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh," Tuhan, aku tau kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tau dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tau dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar dihadapanMu, tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah dan hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri." Dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat".

Melihat peristiwa itu, tanpa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini . . . timbul penyesalan bahwa selama ini dia bukanlah suami yang baik dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya, dan malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.

Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini, penyesalan yang luar biasa tapi waktunya sudah terlambat! tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang!

Dengan setengah bergumam dia bertanya, "apakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?"

Jawab si Malaikat,'" ada beberapa yang berdoa buatmu tapi mereka tidak tulus, bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini, itu semua karena selama ini kamu arogant, egois dan bukanlah atasan yang baik, bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah".

Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia, tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam.

Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, "anakku, Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu ! ! kau tidak jadi meninggal, karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00".

Dengan terheran-heran dan tidak percaya,si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu. Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.

Bukankah itu Panti Asuhan ? kata si pengusaha pelan.

Benar anakku, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tau tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri.

Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di Koran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU, setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu.


Doa sangat besar kuasanya, tak jarang kita malas, tidak punya waktu, tidak terbeban untuk berdoa bagi orang lain.

Ketika kita mengingat seorang sahabat lama / keluarga, kita pikir itu hanya kebetulan saja padahal seharusnya kita berdoa bagi dia, mungkin saja pada saat kita mengingatnya dia dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihi dia.

Disaat kita berdoa bagi orang lain, kita akan mendapatkan kekuatan baru dan kita bisa melihat kemuliaan Tuhan dari peristiwa yang terjadi.

Saturday 18 October 2008

Pentingkah senyuman itu?

Senyum sebenarnya adalah salah satu harta yang diberikan Tuhan kepada
manusia. Dikatakan demikian, sebab senyum bisa mengubah banyak sekali
hal. Sedih jadi gembira, benci jadi rindu, orang biasa jadi simpatik,
suasana beku jadi cair, hanyalah sebagian saja dari sekian banyak
dampak senyum.

Di banyak masyarakat yang memiliki tradisi senyum yang memadai, angka
perceraian, pencopetan, perkelahian, pembunuhan dan sejenisnya jauh
lebih rendah dibandingkan masyarakat yamg miskin senyum. Ini sekaligus
membuktikan, kontribusi senyum terhadap pertumbuhan masyarakat dan
sehatnya masyarakat tidaklah kecil.

Sayangnya, kendati kontribusinya besar, secara cepat dan menyakinkan
sudah terjadi penyusutan senyum di mana-mana, entah di kota
maupun di desa, di negara maju maupun negara sedang berkembang, di kota
metropolitan maupun kota kecil, di perusahaan maupun di masyarakat,
semua terkena gejala penyusutan senyum.

Mirip dengan gejala narkotika dan obat-obat terlarang, ia merambah dan
menular kemana mana. Kalau narkoba jelas sekali bagian masyarakat yang
mau dihancurkan dan diruntuhkan, Kalau senyum, memang tidak memberi
dampak cepat dan langsung, namun terasa sekali degradasi yang
ditimbulkan dimana-mana, Kebencian, perceraian, peperangan,permusuhan,
tim yang tidak bisa kerja, hanyalah sebagian saja dari bukti degradasi
yang diakibatkan oleh menyusutnya kuantitas dan kualitas senyum.

Di tempat kerja, kita menyaksikan hubungan antar manusia yang demikian
kaku dan kering. Di dunia politik dan manajemen publik, kita
menemukan konflik, hujat menghujat, saling menyalahkan di hampir setiap
pojokan, Di dalam dunia hubungan inter dan antar agama, tidak sedikit
yang menempatkan agama sebagai sekat-sekat pemisah yang membahayakan,
Di dunia keluarga, perceraian bertambah dengan angka-angka yang amat
meyakinkan. Sebagaimana ditemukan oleh sebuah hasil penelitian di
Amerika Serikat, semakin tinggi earning power wanita maka semakin
tinggi angka perceraian. Ini bukan menunjukan sisi negatif dari wanita
bekerja, namun, betapa lembaga keluarga sebagai benteng terakhir
masyarakat, secara cepat dan menyakinkan sedang dan akan runtuh.

Semua kecenderungan ini memang disebabkan oleh banyak sekali faktor.
Yang jelas, entah sebagai akibat maupun sebab, senyum mempunyai
pengaruh yang tidak kecil dalam hal ini. Sosiolog, antropolog, dan
psikolog boleh saja memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Boleh
saja orang memulai dengan terapi-terapi makro seperti reformasi, namun
tanpa perubahan di sektor mikro seperti senyum, susah diharapkan ada
penyelesaian yang total dan subtansial.

Menurut pendapat saya, senyum - lebih lebih yang mengakar dalam sampai
tingkatan jiwa - bisa memberikan radiasi yang amat luas dalam
penyembuhan perusahaan dan masyarakat. Sebab ia tidak saja berpengaruh
pada hubungan antar perseorangan. Namun, juga pada spirit lingkungan
sosial secara keseluruhan.

Bercermin pada lingkungan sosial kota besar, spirit penuh senyum inilah
yang merosot dimana-mana, sekaligus memberikan spirit negatif
dimana-mana. Bayangkan sebuah komunitas yang amat mudah berbagi senyum.
Bertemu setiap orang, dimulai dengan senyum. Ada maupun tidak ada
pemberian, senyum tetap hadir. Semua kegiatan dimulai dan diakhiri
dengan senyum. Alangkah teduh dan sejuknya lingkungan sosial seperti
ini.

Dengan tetap bersyukur kepada Tuhan, setiap kali naik ke tangga karier
yang lebih tinggi, apalagi menjadi pimpinan puncak perusahaan,
saya merasakan kehilangan saya terhadap senyum sangat besar. Di Tangga
karier yang rendah dulu, terasa sekali mulut akan
tersenyum langsung setiap kali bertemu orang, setiap kali bersalaman
dan melakukan kegiatan lainnya. Apalagi bila habis diberi sesuatu oleh
orang lain. Seperti ada saklar otomatis yang mengatur senyum setiap
kali bertemu orang.

Namun, di tangga karier sekarang, saya telah dan sedang diproduksi oleh
lingkungan kepemimpinan yang memaksa saya pelit dengan
senyum. Wibawa, efektivitas kepemimpinan, otoritas adalah sebagaian
hal yang membuat pemimpin jadi miskin senyum. Lebih-lebih bagi mereka
yang pernah diinjak orang gara-gara dekat dengan bawahan dan banyak
senyum. Hampir pasti, saklar otomatis senyum akan macet dan ogah
bekerja.

Pertanyaan yang muncul dari sini, apakah jabatan yang lebih tinggi
membuat orang mengurangi senyum? Saya tidak tahu pengalaman anda, namun
dalam rangkaian pengalaman saya, jabatan memang berkorelasi negatif
dengan kuantitas senyum. Semakin tinggi jabatan maka senyum cenderung
semakin sedikit.

Alangkah ideal dan mengagumkan kalau ada orang yang bisa sampai
tingkatan jabatan yang tinggi, namun memiliki kuantitas dan kualitas
senyum yang malah meningkat. Wibawa, kharisma dan efektivitas
kepemimpinan tidak menurun sedikitpun dengan banyaknya senyuman. Saya
memang belum sampai di tataran ideal dan mengagumkan ini. Dan juga
sedang mencari pemimpin yang memiliki skor tinggi baik di sektor senyum
maupun wibawa dan kharisma.

Yang jelas, kehadiran pemimpin yang tinggi di dua sektor diatas, akan
memperingan tugas kemasyarakatan yang ditandai oleh langkanya
senyum. Lebih-lebih kalau kita secara bersama-sama juga rajin membagi
senyum setiap hari. Mungkin akan amat bermanfaat bila bertanya ke
setiap orang setiap hari :

Sudahkah Anda tersenyum hari ini ?




"Senyum, Kekayaan yang Hilang"
Oleh : Gede Prama